BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembakuan
adalah proses penetapan yang baku oleh lembaga yang berwenang baik secara
nasional maupun internasional. Nama rupabumi adalah nama yang diberikan pada unsur
rupabumi. Jadi dapat disimpulkan Pembakuan nama rupa bumi yaitu proses penetapan nama rupabumi yang baku oleh lembaga yang berwenang baik
secara nasional maupun internasional.
Tujuan pembakuan nama rupabumi/geografi
yakni, pertama, mewujudkan tertib administrasi di bidang
pembakuan nama rupabumi di Indonesia. Kedua, menjamin tertib
administrasi wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Ketiga, mewujudkan adanya gasetir nasional sehingga ada
kesamaan mengenai nama rupabumi di Indonesia. Keempat, mewujudkan
data dan informasi akurat mengenai nama rupabumi di seluruh wilayah NKRI, baik
untuk kepentingan pembangunan nasional maupun internasional—semakin dirasakan
sangat penting karena belakangan ini banyak bermunculan penamaan rupabumi yang
tidak mengikuti aturan.
Dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi, antara lain disebutkan bahwa
pembakuan nama rupabumi meliputi proses penetapan dan pengesahan nama,
pengejaan, penulisan, dan pengucapan. Proses tersebut harus berdasarkan
prinsip-prinsip; pertama, menggunakan abjad romawi. Kedua, satu unsur rupabumi
satu nama. Ketiga, menggunakan nama lokal. Keempat, berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Kelima, menghormati keberadaan suku, agama, ras dan
golongan. Keenam, menghindari penggunaan nama diri atau nama orang yang masih
hidup. Ketujuh, menggunakan bahasa lndonesia dan/atau bahasa daerah; dan
kedelapan paling banyak tiga kata.
Atas dasar Permendagri itu, dapat
diketahui bahwa pembakuan nama rupabumi ternyata bukan sekadar menetapkan dan
mengesahkan nama, melainkan juga menetapkan dan mengesahkan (peng)ejaan,
(pen)tulisan, dan (peng)ucapannya. Bahkan, nama pun ternyata tidak dapat
diambil dari bahasa asing, tetapi harus dari bahasa Indonesia dan/atau daerah.
Di samping itu, nama juga tidak boleh menyinggung SARA dan tidak boleh lebih
dari tiga kata. Dengan demikian, pembakuan nama rupabumi tidak dapat dilakukan
secara sembarangan.
1.2.Rumusan Masalah
Penulisan
makalah ini mengakan rumusan masalah yaitu
1. Bagaimana pedoman penulisan nama baku unsure rupa bumi?
2. Bagaimana pedoman internasional penulisan nama baku unsure
rupa bumi?
3. Bagaimana kaidah bahasa penulisan unsure rupa bumi?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui
tata cara penulisan baku rupa bumi Indonesia
2. Mengetahui
pedoman internasional tentang penulisan baku unsur rupa bumi
1.4.Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan mampu:
1. Memahami tata cara penulisan baku rupa bumi Indonesia
2. Memberikan konsep yang benar tentang pedoman penulisan
baku unsur rupa bumi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pedoman Umum
Nama geografis (toponimi) terdiri dari dua unsur: nama
generik dan nama spesifik. Nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk (bentang
alam) dari unsur geografis tersebut, seperti pulau, danau, selat, gunung,
lembah, dan sebagainya. Nama spesifik merupakan nama
diri (proper name) dari unsur geografis dan digunakan sebagai unit
pembeda antar unsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur
geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’,
’makmur’, atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut,
misalnya ’batu’, ’candi’, dan lain sebagainya. Dengan demikian, setiap
penamaan suatu unsur geografis di harus lengkap mencakup nama generik dan nama
spesifik. Sesuai dengan kaidah pengejaan, baik nama generik maupun nama
spesifik diawali dengan huruf kapital, karena keduanya membentuk nama diri.
Contoh: Pulau Bali, bukan Bali; Pulau Lombok, bukan Lombok; Selat Karimata,
bukan Karimata; dan Lembah Anai, bukan Anai.
Nama generik geografis bentang
alam perlu dibedakan dari nama generik daerah/tempat (kota, kampung, dusun)
atau satuan administratif (provinsi, kecamatan, desa, Kota). Nama daerah/tempat
atau satuan administratif dapat memakai nama generik geografis bentang alam
sebagai nama spesifik, seperti Bukittinggi, Ciamis, atau Bulukumba.
1. Pedoman 1
Nama generik bentang alam di
Indonesia yang menggunakan bahasa daerah dipertahankan sesuai nama aslinya
(nama tempatan). Berikut adalah daftar sinonim nama generik geografis dalam
bahasa daerah.
Bahasa
Indonesia
|
Bahasa
daerah
|
Telaga/tlaga, situ (Jawa Barat), rawa, ranu (Jawa Timur), laut
(Sumatera), tasik (Jawa, Sumatera)
|
|
Air (Sumatera bagian selatan), aik/aek/bah (Tapanuli), ai, oi,
kali/bengawan (Jawa), batang (Jambi/Riau dan beberapa bahasa Kalimantan), way
(Lampung), ci (Jawa bagian barat), brang, tukad/yeh (Bali), kokok (Lombok),
nanga/danum (beberapa tempat di Kalimantan), krueng (Aceh), ie, batang banyu
(Kalimatan bagian tenggara), salo/salu (Sulawesi Selatan)
|
|
Kuala, Ilir, Bawah
|
|
Tuk, ulu, atas
|
|
Air
terjun (jeram)
|
Curug
|
Ujung (Jawa Barat), hujung, cuku
|
|
Nusa, gili, mios/meos, pulo, towade, wanua, libuton, lihuto
|
|
Dolok (Tapanuli), buku, bulu (Sulawesi Selatan), deleng, keli (Flores),
wolo, cot/batee (Aceh), igir, wukir/giri/wagir/meru (Jawa Tengah dan Timur),
pasir (Jawa Barat), olet (Sumbawa), nga (Papua)
|
|
Gua (goa)
|
Liang, luweng, song
|
Lembah (jurang)
|
Ngarai
|
Catatan:
· Gunung di sini mencakup segala
bentuknya, termasuk di antaranya gunung es, gunung berapi, anak gunung, dll
· (b.) artinya buatan manusia -
tidak alami
· dalam tanda kurung artinya
variasi penulisan
Nama mata angin atau arah adalah sebagai berikut (belum lengkap):
Mata
angin
|
Bahasa
asing
|
East, Eastern
|
|
South East (Southeast, Southeastern,
South-east, South-eastern)
|
|
South, Southern
|
|
South West (Southwest, Southwestern,
South-west, South-western)
|
|
West, Western
|
|
North West (Northwest, Northwestern,
North-west, North-western)
|
|
North, Northern
|
|
North East (Northeast, Northeastern,
North-east, North-eastern)
|
|
Middle, center, central
|
Nama generik tempat/daerah atau satuan administratif adalah sebagai berikut
(belum lengkap):
Jenis
pembagian administratif
|
Bahasa
asing
|
Province, dll.
|
|
City, dll.
|
|
Village, dll.
|
2. Pedoman 2
Nama unsur geografi ditulis
terpisah antara nama generik dan nama spesifiknya. Beberapa contoh: Air Musi,
Air Bangis, Krueng Aceh, Ie Mola, Way Seputih, Batang Hari, Ci Liwung, Danau
Toba, Laut Jawa, Selat Sunda, Pulau Nias, Tanjung Cina, Gunung Merbabu, Lembah
Anai, Puncak Jaya, dan Bukit Suharto. Nama generik dibakukan singkatannya:
· Tanjung : Tg.
· Pulau: P.
· Laut: L.; Selat: Sel.
· Way: W.
· Sungai: S.
· Sei
· Ujung: U.
Khusus untuk nama generik
tempat/daerah dan satuan administratif, Wikipedia bahasa Indonesia memiliki
beberapa kesepakatan. Kebanyakan, nama generik ini tidak ditulis dan juga tidak
disebut karena orang tahu bahwa itu nama kota: Bandung, Semarang, atau
Balikpapan.
Tambahan 1
Beberapa nama kota menggunakan kata sifat yang langsung mengikuti nama
generik "kota". Untuk yang demikian, kata "kota" disertakan
dan digabungkan. Kota-kota itu adalah Kotaagung, Kotogadang, Kotamobagu, dan Kotabaru. Nama Bandaaceh dan Bandarlampung juga terkena aturan ini karena dalam
bahasa setempat kedua nama generik itu berarti "kota".
Tambahan 2
Karena alasan kejelasan
penjudulan, banyak nama kota di Wikipedia, terutama kota-kota di Indonesia,
menggunakan judul yang menyertakan kata "Kota" di depannya untuk
menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah kota yang berstatus sebagai daerah
otonom setingkat kabupaten (UU Pemerintahan Daerah). Contoh: Kota
Ambon, Kota Pasuruan. Hal ini sejalan dengan
kesepakatan untuk satuan administratif Kabupaten: kata "Kabupaten"
disebutkan di awal judul artikel.
Tambahan 3
Untuk penamaan satuan
administratif Kecamatan, kata "Kecamatan" tidak ditulis, tetapi judul
artikel ditulis dengan format <Nama_kecamatan, Nama_kabupaten>. Untuk
penamaan satuan administratif Kelurahan atau Desa, nama generik itu tidak
disebutkan tetapi judul artikel ditulis dengan format <Nama_kelurahan,
Nama_kecamatan, Nama_kabupaten> atau <Nama_desa, Nama_kecamatan,
Nama_kabupaten>
Tambahan 4
Kecuali Kota, Kecamatan,
Kelurahan, Desa dan beberapa pembagian administratif lainnya yang tidak
dicantumkan di judul artikel, maka semua nama unsur bentang alam dicantumkan di
judul dengan format "<jenis bentang alam><nama diri>.
3. Pedoman 3
Nama tempat/daerah yang memuat
nama generik dan spesifik geografis lainnya (gunung, bukit, tanjung, ujung,
selat, lembah, atau lainnya) ditulis tergabung (satu kata tanpa spasi), baik
yang terdiri dari dua, tiga, atau lebih kata. Pedoman 1 juga berlaku untuk
penamaan ini. Contoh-contoh disajikan berikut.
· Nama tempat gabungan dua kata:
Gunungsitoli; Cimahi; Bukittinggi; Muarajambi; Tanjungpinang; Tanjungpriok;
Kruengraya; Sungailiat; Bandarlampung; Airmadidi; Sungaipenuh; Kualasimpang.
· Nama tempat gabungan tiga kata:
Torlukmuaradolok (torluk = teluk; muara = muara; dolok = gunung);
Muarabatangangkola (muara dan batang adalah nama generik; angkola = nama benda).
Perhatikan bahwa dua nama generik mendahului satu nama spesifik.
· Nama tempat gabungan empat atau
lebih kata: Purbasinombamandalasena, Dalihannataluhutaraja Gunungmanaonunterudang untuk memudahkan disarankan tidak memakai nama yang panjang (Nama-nama ini
dijumpai di Tapanuli Selatan).
Perhatikan bahwa aturan ini
berakibat sejumlah nama yang sebelumnya telah dikenal pengejaannya seakan-akan
mengalami perubahan (sebenarnya tidak berubah karena dulu sudah demikian
pengejaannya). Contoh: di Jawa Barat ada sungai yang bernama Ci Liwung (harus
ditulis dengan dua kata karena merupakan nama geografis). Tetapi jika suatu
kota (generik) "Ci" dipakai dalam nama spesifik, maka ditulis dengan
satu kata (Cimahi, Cibinong, Cikampek). Untuk rujukan, silakan lihat peta-peta
yang dibuat di masa penjajahan Belanda.
Nama-nama daerah tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti Banyuasin
(bukan Airasin), Kalianyar, (bukan Sungaibaru), dan Tanahabang
(bukan Tanahmerah).
4. Pedoman 4
Jika suatu nama geografis
menggunakan nama spesifik berupa kata sifat yang bersifat penunjuk arah atau
waktu, nama spesifik itu ditulis terpisah. Contoh-contoh: Jawa Barat; Sungai
Tabalong Kiwa; Kotamubago Selatan; Kapuk Muara; Meruya Ilir; Kampung Desatengah
Selatan; Nusa Tenggara Timur; Timor Tengah Utara; Panyabungan Tonga; Pagarutang
Jae (tonga = tengah; jae= utama di Kabupaten Tapanuli Selatan); Kemang Utara;
Durentiga Selatan, Kebayoran Lama.
5. Pedoman 5
Nama tempat yang menggabungkan
dua atau lebih nama spesifik dari nama geografis yang telah ada sebelumnya
ditulis terpisah. Contoh: Ogan Komering Ulu (dari Sungai Ogan, Sungai
Komering, Ulu (kata sifat arah)); Lematang Ilir Ogan Tengah (dari Sungai
Lematang, Ilir (kata sifat arah), Sungai Ogan, Tengah (kata sifat
arah)).
6. Pedoman 6
Nama spesifik tempat yang terdiri
dari kata berulang ditulis sebagai satu kata, misalnya Bagansiapiapi,
Siringoringo, Sigiringgiring, Tolitoli, dan Mukomuko. Nama "Fakfak"
bukanlah pengulangan kata.
Nama spesifik tempat yang terdiri
dari gabungan dua kata benda, ditulis sebagai satu kata, misalnya: Pintupadang,
Pagergunung, Pondoksungai, Pelabuhanratu, dan Kayulaut.
Nama tempat yang merupakan gabungan dari dua atau lebih nama tempat atau
nama diri yang sudah ada sebelumnya, ditulis menggunakan tanda hubung (-),
misalnya: Grogol-Petamburan, Ampekangkek-Canduang, dan Bandara
Soekarno-Hatta. Aturan ini berlaku juga untuk nama internasional.
7. Pedoman 7
Nama spesifik yang ditulis dengan
angka sebagai penomoran (bukan keterangan jumlah), berakibat nomor ditulis
dengan huruf dan terpisah, misalnya Depok Satu, Depok Timur Satu, Jembatan
Lima, dan Koto Ampek; tetapi Durentiga, Kelapadua.
Tambahan 1
Beberapa penamaan di Sumatera
Barat dan sekitarnya menggunakan bilangan atau perkalian. Penulisan seperti ini
dapat dipersingkat dengan menggunakan angka
arab atau angka romawi.
2.2.Pedoman Nama Internasional
Penetapan nama internasional
mengikuti aturan penamaan internasional atau aturan penamaan menurut otoritas
setempat, kecuali telah ditemukan dalam literatur bentuk pengindonesiaan yang
disepakati. Beberapa prinsip berlaku sebagai pedoman pemberian judul di
Wikipedia bahasa Indonesia:
1. Penyesuaian lafal. Misalnya Morocco, China,
Croatia, dan Cuba disesuaikan ejaannya menjadi Maroko, Cina, Kroasia, dan Kuba.
o Pengecualian:
2. Penyesuaian struktur bahasa dilakukan untuk
mengubah struktur MD menjadi DM yang sesuai dengan bahasa Indonesia. Misalnya Saudi
Arabia menjadi Arab Saudi.
o Pengecualian:
3. Penyesuaian dengan penerjemahan dilakukan apabila
nama aslinya merupakan jenis bentang alam dan arah mata angin. Misalnya ocean,
island, mount (mountain), river, north, dan south
yang diterjemahkan menjadi samudra, pulau, gunung, sungai,
utara, dan selatan.
o Pengecualian:
4. Penyesuaian dengan penerjemahan juga dilakukan
apabila nama aslinya merupakan jenis pembagian administratif yang mengandung
unsur bentang alam. Misalnya Rhode Island menjadi Pulau Rhode, Isle of
Man menjadi Pulau Man.
o Pengecualian:
5. Penyesuaian dengan penerjemahan juga dilakukan
apabila nama aslinya merupakan jenis pembagian administratif yang mengandung
unsur arah mata angin. Misalnya North
Dakota menjadi Dakota Utara, Noord
Brabant menjadi Brabant Utara, North Island
menjadi Pulau Utara.
o Pengecualian: apabila unsur mata angin dalam bahasa aslinya dirangkai menjadi satu
kata, misalnya Northumbria tidak diterjemahkan menjadi Umbriautara
atau Umbria Utara; apabila unsur mata angin terletak di tengah-tengah,
misalnya New South Wales tidak diterjemahkan menjadi Wales
Selatan Baru.
6. Penyesuaian dengan penerjemahan dilakukan apabila
nama aslinya merupakan jenis pembagian administratif. Misalnya New York City
menjadi KotaNew
York.
o Pengecualian:
7. Penyesuaian tidak dilakukan untuk kata sifat baru
(New)
o Pengecualian: New Zealand diterjemahkan/ditransliterasikan menjadi Selandia
Baru; New Hebrides->Hebrides
Baru, New Caledonia->Kaledonia
Baru; New Guinea ditransliterasikan menjadi Nugini
8. Pemertahanan nama. Apabila nama itu tidak berbeda
dengan sistem fonologi bahasa Indonesia dan karena pertimbangan
keinternasionalannya, nama itu dipertahankan keasliannya. Misalnya, Los
Angeles, Johnston (Pulau), dan Saint George.
2.3.Kaidah Bahasa
Setidaknya ada dua kaidah bahasa yang
dapat dijadikan pedoman pembakuan nama rupabumi, yakni kaidah tata tulis
(ejaan) dan kaidah tata kata. Kaidah tata tulis dapat mengacu pada Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), sedangkan kaidah tata kata
dapat mengacu pada Pedoman Pembentukan Istilah, Pedoman Pengindonesiaan Nama
dan Kata Asing, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Keempat buku acuan,
yang disusun Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu, sudah
diterbitkan dan dapat ditemukan dengan mudah di perpustakaan-perpustakaan atau
di toko-toko buku.
1.
Tata Tulis/Ejaan
Pada dasarnya, semua
nama rupabumi alami: baik nama generik maupun nama spesifiknya ditulis dalam
dua kata terpisah, masing-masing berawal dengan huruf kapital (besar).
Misalnya: Gunung Sitoli, Gunung Kerinci, Tanjung Priok, Tanjung Pinang, Sungai
Apit, dan Sungai Siak.
Nama-nama rupabumi alami itu jika digunakan sebagai nama spesifik oleh nama generik rupabumi lain (buatan) ditulis serangkai dalam satu kata. Misalnya: Kota Gunungsitoli, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Kepulauanmeranti, dan Kecamatan Sungaiapit. Kota, pelabuhan, kabupaten dan kecamatan adalah nama generik rupabumi, sedangkan Gunungsitoli, Tanjungpinang, Kepulauanmeranti, dan Sungaiapit adalah nama spesifiknya.
Nama-nama rupabumi alami itu jika digunakan sebagai nama spesifik oleh nama generik rupabumi lain (buatan) ditulis serangkai dalam satu kata. Misalnya: Kota Gunungsitoli, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Kepulauanmeranti, dan Kecamatan Sungaiapit. Kota, pelabuhan, kabupaten dan kecamatan adalah nama generik rupabumi, sedangkan Gunungsitoli, Tanjungpinang, Kepulauanmeranti, dan Sungaiapit adalah nama spesifiknya.
Penyerangkaian nama
rupabumi yang digunakan sebagai nama spesifik oleh nama generik rupabumi lain
dalam satu kata bermanfaat untuk menghindari penamaan rupabumi yang lebih dari
tiga kata. Di Kota Pekanbaru, misalnya, terdapat Kelurahan Labuhbaru Barat, dan
LabuhbaruTimur. Andai Labuhbaru tidak diserangkaikan dalam satu kata, nama-nama
kelurahan itu pasti akan lebih dari tiga kata. Artinya, penulisan nama
rupabumi: Kelurahan Labuh Baru Barat dan Kelurahan Labuh Baru Timur
bertentangan dengan salah satu prinsip pembakuan nama rupabumi yang telah
ditetapkan: paling banyak tiga kata.
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah bahwa penggunaan huruf kapital (besar) sebagai huruf
pertama hanya diwajibkan dalam penulisan nama rupabumi. Artinya, rupabumi yang
tidak menjadi nama ditulis dengan huruf kecil (tidak perlu ditulis dengan huruf
kapital). Misalnya: berlayar ke teluk, mandi di sungai, menyeberangi selat, dan
menuju laut. Hal yang sama berlaku juga pada penulisan nama rupabumi yang
digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris, gula jawa, kacang bogor,
dan pisang ambon. Nama rupabumi: Inggris, Jawa, Bogor, dan Ambon pada contoh
itu, karena sudah menjadi nama jenis, huruf pertamanya tidak perlu ditulis
dengan huruf kapital.
Pada dasarnya, nama
rupabumi tidak boleh ditulis menggunakan angka, kecuali bilangan yang
menunjukkan urutan. Sementara itu, nama rupabumi yang berupa kata ulang ditulis
penuh sesuai dengan kaidah penulisan kata ulang: dengan tanda hubung (-).
Dengan demikian, nama-nama itu seharusnya ditulis Ampekoto, Simpangtiga, dan
Bagansiapi-api. Begitu pun yang lainnya, seperti Limapuluhkoto, Duokalisabaleh
Anamlingkung, Jembatanlima, Kambingtujuh, Kotonanampek, Tanahseratus ataupun
Sigura-gura, Muko-Muko, Toli-Toli, dan Dalu-Dalu.
2.
Tata Kata
Ada dua hal yang dapat
dibicarakan dalam tata kata: pembentukan kata dan pemilihan kata. Pembentukan
kata berkaitan dengan ihwal membentuk kata, sedang pemilihan kata berkaitan
dengan ihwal memilih kata.
Dalam membentuk kata, ada empat cara yang dapat dilakukan: memberi imbuhan, mengulang, menggabungkan, dan mengakronimkan. Berkaitan dengan penamaan rupabumi, hal yang paling penting adalah penggabungan kata. Dalam bahasa Indonesia, penggabungan kata mengikuti hukum DM (diterangkan-menerangkan), bukan MD (menerangkan-diterangkan). Misalnya: Hotel Pangeran, Salon Prigel, Restoran Ratu, dan Pusat (Belanja) Wijaya (bukan Pangeran Hotel, Prigel Salon, Ratu Restaurant, dan Wijaya Centre).
Dalam membentuk kata, ada empat cara yang dapat dilakukan: memberi imbuhan, mengulang, menggabungkan, dan mengakronimkan. Berkaitan dengan penamaan rupabumi, hal yang paling penting adalah penggabungan kata. Dalam bahasa Indonesia, penggabungan kata mengikuti hukum DM (diterangkan-menerangkan), bukan MD (menerangkan-diterangkan). Misalnya: Hotel Pangeran, Salon Prigel, Restoran Ratu, dan Pusat (Belanja) Wijaya (bukan Pangeran Hotel, Prigel Salon, Ratu Restaurant, dan Wijaya Centre).
Di samping itu, dalam
Pedoman Pembentukan Istilah disebutkan bahwa bahan istilah (dalam hal ini nama)
sedapat mungkin diambil dari bahasa Indonesia. Jika tidak memungkinkan, barulah
dicarikan dalam bahasa daerah dan/atau asing melalui pemadanan dengan cara
penyerapan, penerjemahan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Contoh:
supermarket menjadi ”pasar swalayan”; skyscrape menjadi ”pencakar
langit”; master of ceremonies menjadi pengatur (pembawa) acara; department
store menjadi ”toko serba ada/ pasaraya”; file menjadi ”fail”; photocopy
menjadi ”fotokopi”; dan villa menjadi ”vila”.
Atas dasar itu,
sangatlah disayangkan jika di Kota Pekanbaru (khususnya) dan Provinsi Riau
(umumnya) masih terdapat penamaan rupabumi yang tidak mengikuti kaidah
pembakuan. PT Angkasa Pura, misalnya, justru mengubah Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II menjadi Sultan Syarif Kasim II Int’l Airport. Padahal,
perusahaan asing terbesar di Riau justru telah mengubah main office-nya menjadi
”kantor pusat”.
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1.Kesimpulan
Setiap
penamaan suatu unsur geografis di harus lengkap mencakup nama generik dan nama
spesifik. Penulisan Nama Rupa Bumi Sesuai dengan kaidah pengejaan, baik nama
generik maupun nama spesifik yang mengacu pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum
Pembakuan Nama Rupabumi.
3.2.Saran
Diharapkan semua nama unsur unsur
rupa bumi ini tidak memiliki kesamaan namanya, karena akan mempermudah pihak
yang membakukan nama rupa bumi.
DAFTAR
PUSTAKA
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum
Pembakuan Nama Rupabumi
bgmn dengan penamaan yang nama tersebut masih digunakan oleh orang yang masih hidup? seperti gunung Slamet, apakah iti tidak menyalahi permen no122 th 2006. tq
BalasHapusmungkin Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi.
BalasHapusKan ada yang namanya tim pembakuan, tim tersebut melakukan pengkajian nama tersebut sesuai apa tidak.
terus nama slamet tersebut harus diliat dari historisnya mungkin artinya selamat bukan nama orang :)